BREAKING NEWS

10/recent/ticker-posts

Right Button

test banner SELAMAT DATANG DI WEBSITE "ONE NEWS INDONESIA", SELAMAT MEMBACA SEMOGA BERMANFAAT

Fenomena Kampus Ilegal Dan Kecurangan Akademik: Perspektif Sosial Dan Karakter Masyarakat (Bagian-2)

 


              Oleh ; Jhonny Z.A Ir.MM.SI

Melanjutkan tulisan terdahulu tentang fenomena kampus ilegal dan kecurangan dalam perolehan gelar akademik bukan hanya persoalan teknis di dunia pendidikan, tetapi juga mencerminkan dinamika sosial dan karakter masyarakat. Di balik praktik ini, terdapat akar masalah yang lebih dalam, termasuk faktor sosial, budaya, ekonomi, dan kelemahan sistem pengawasan. Penelusuran yang lebih mendalam terhadap penyebabnya penting untuk memahami mengapa praktik tidak terpuji ini terus terjadi, meskipun regulasi telah ada.

Selain dari beberapa penyebab yang sudah dijelaskan diatas , maka terdapat dimensi sosial dan karakter masyarakat yang mendukung kecurangan Akademik.

Budaya Gelar sebagai Simbol Status

Dalam masyarakat Indonesia, gelar akademik sering kali dianggap sebagai simbol status sosial yang prestisius. Gelar tidak hanya berfungsi sebagai bukti keahlian, tetapi juga penanda kehormatan dalam komunitas.

Dalam konteks ini, tekanan sosial untuk memiliki gelar, meski tanpa kompetensi yang memadai, dapat memicu orang mencari jalan pintas seperti membeli ijazah atau memilih kampus ilegal yang menjanjikan kemudahan.

Pragmatisme Ekonomi.

Faktor ekonomi turut menjadi pemicu. Bagi sebagian masyarakat, pendidikan tinggi dipandang sebagai cara untuk memperbaiki kondisi ekonomi melalui akses pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi. Ketika tuntutan ekonomi mendesak dan biaya pendidikan formal dianggap mahal atau sulit dijangkau, beberapa individu memilih jalur ilegal atau instan untuk mendapatkan gelar akademik tanpa memikirkan dampak jangka panjang.

Rendahnya Literasi Pendidikan

Sebagian masyarakat tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang legalitas dan kualitas institusi pendidikan.

Kampus ilegal sering kali memanfaatkan ketidaktahuan ini dengan menawarkan program yang terlihat resmi namun tidak diakui secara hukum. Kurangnya informasi mengenai pentingnya akreditasi institusi dan standar pendidikan menyebabkan masyarakat mudah tertipu oleh iming-iming kemudahan dan biaya yang murah.

Norma Sosial yang Longgar terhadap Integritas

Norma sosial yang kurang menghargai proses dan integritas cenderung memperparah masalah ini. Di beberapa komunitas, tindakan curang seperti membeli ijazah atau plagiarisme dianggap hal biasa dan tidak mendapatkan sanksi sosial yang tegas. Bahkan, individu yang memperoleh gelar secara tidak sah kadang tetap dihormati jika berhasil menduduki posisi penting dalam masyarakat.

Tekanan Hidup dan Kompetisi Karie

Persaingan dalam dunia kerja yang semakin ketat sering kali menciptakan tekanan untuk “mengejar gelar” dengan cara apa pun. Dalam kondisi ini, orang lebih fokus pada hasil akhir—gelar akademik—ketimbang proses pembelajarannya. Hal ini diperburuk oleh praktik di dunia kerja yang terkadang lebih mengutamakan kualifikasi formal di atas kompetensi nyata.

Untuk kita bisa terhindar dan mengatasi akar permasalahannya, maka para stake holder bisa mengambil peran masing-masing.

Pemerintah: Penguatan Regulasi dan Pengawasan.

Pemerintah perlu memperkuat sistem pengawasan melalui pemanfaatan teknologi digital untuk melacak legalitas kampus dan ijazah yang dikeluarkan. Sistem verifikasi berbasis data nasional seperti Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD-DIKTI) harus lebih dioptimalkan dan diintegrasikan dengan instansi lain, termasuk lembaga perekrutan tenaga kerja. Selain itu, pemerintah perlu memperbarui regulasi, seperti peninjauan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, untuk mencakup sanksi yang lebih tegas terhadap pelaku kampus ilegal dan pengguna ijazah palsu.

Politisi dan Pembuat Kebijakan: Reformasi Pendidikan yang Lebih Inklusif

Pemerintah bersama para politisi perlu memastikan bahwa pendidikan berkualitas dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat. Peningkatan alokasi anggaran untuk pendidikan tinggi yang terjangkau dan program beasiswa untuk masyarakat tidak mampu harus menjadi prioritas agar alasan ekonomi tidak lagi menjadi pembenaran untuk memilih kampus ilegal.

Tokoh Masyarakat dan Pemerhati Pendidikan: Mengedukasi Masyarakat

Edukasi publik harus ditingkatkan, baik melalui media massa maupun kampanye komunitas, untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya memilih pendidikan yang legal dan berkualitas. Tokoh masyarakat berperan besar dalam mempromosikan nilai-nilai integritas, menjelaskan dampak buruk kampus ilegal, dan memberikan bimbingan kepada generasi muda tentang pentingnya proses belajar.

Institusi Pendidikan: Penanaman Etika Akademik

Perguruan tinggi resmi perlu memperkuat pendidikan karakter dan etika akademik dalam kurikulumnya. Budaya plagiarisme, manipulasi data, dan kecurangan akademik harus dilawan dengan menciptakan sistem yang mendeteksi dan memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran tersebut.

Masyarakat Umum: Meningkatkan Kesadaran dan Partisipasi Aktif

Masyarakat perlu proaktif memverifikasi legalitas kampus sebelum mendaftar, memanfaatkan platform resmi seperti PD-DIKTI. Selain itu, mereka juga harus berani melaporkan keberadaan kampus ilegal atau praktik jual beli ijazah kepada pihak berwenang.

Harapan dan dambaan kita untuk Masa Depan Pendidikan Indonesia

Dunia pendidikan yang bersih dan berintegritas bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi merupakan tanggung jawab kolektif. Setiap individu harus memahami bahwa gelar akademik adalah representasi dari kompetensi yang dicapai melalui proses pembelajaran, bukan sekadar formalitas. Masyarakat Indonesia perlu bergerak menuju paradigma yang lebih menghargai kualitas pendidikan daripada sekadar simbol status.

Dengan kolaborasi lintas sektor dan komitmen bersama, Indonesia dapat membangun sistem pendidikan yang adil, berkualitas, dan bebas dari kecurangan, menghasilkan lulusan yang kompeten dan mampu bersaing di tingkat global.

Posting Komentar

0 Komentar